Pernah merasa mual, denyut jantung tak teratur, mulut merasa kering, hingga napas cepat dan pendek saat hendak masuk kelas? Hati-hati, Sobat. Bisa menjadi itu tanda-tanda epistemophia.
Rasa Takut bakal Pengetahuan
Epistemo di dalam Bahasa Yunani bermakna pengetahuan. Phobia, atau diserap kedalam Bahasa Indonesia menjadi fobia, adalah rasa was-was yang terlalu berlebih bakal sesuatu. Jadi, epistemophobia sanggup diambil kesimpulan sebagai rasa was-was yang terlalu berlebih terhadap ilmu pengetahuan dari jasa skripsi kedokteran.
Ternyata ada orang yang was-was terhadap pengetahuan? Ya, sebetulnya ada, Sobat. Bahkan, keresahan terhadap ilmu tak cuma disebut sebagai epistemophobia – masih ada pula gnosiophobia dan sophophobia.
Masih berakar berasal dari Bahasa Yunani, gnos bermakna studi atau jelas tetapi sopho bermakna ilmu atau kebijaksanaan. Pada dasarnya, ketiganya bermakna tidak cukup lebih sama: was-was terhadap pengetahuan, belajar, pelajaran, ilmu, dan sejenisnya.
Penyebab Munculnya Fobia
Secara umum, fobia disebabkan oleh segi internal dan eksternal. Pada segi internal, unsur-unsur kimia otak, genetika, dan hereditas mempengaruhi bagaimana kita mencerna, menyikapi, dan bereaksi terhadap pengalaman-pengalaman hidup.
Pengalaman hidup, disisi lain, merupakan segi eksternal yang mempengaruhi timbulnya rasa was-was yang terlalu berlebih atau fobia. Fobia biasanya dipicu oleh momen yang menyebabkan trauma mendalam, khususnya saat kita masih kecil.
Nah, pengalaman traumatis tersebut ditanggapi oleh otak kita sedemikian rupa agar terlihat rasa keresahan yang berlebihan. Begitu pula saat kita merasa was-was terhadap pengetahuan.
Tanda-Tanda Takut terhadap Pengetahuan
It’s important to note that fear of knowledge is far different from reluctance to study. Ketika benar-benar merasa was-was terhadap pengetahuan, secara tak jelas kita bakal membatasi sejauh mana atau sebanyak apa kita jelas atau jelas segala hal. Secara naluriah, pembatasan tersebut terlihat serupa layaknya ketika kita urung menyeberang jalan saat kendaraan benar-benar ramai.
Wujud pembatasan diri sanggup bersama dengan menjauhkan percakapan, lebih suka menyendiri, cenderung abai dan tak sudi jelas bakal situasi disekitarnya maupun peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi secara umum. Membaca buku, membaca majalah, mengikuti berita, maupun jelas update pertumbuhan dunia merasa bagai dosa yang kudu dihindari.
Can you imagine yourself doing that? Ya, seseorang yang lakukan segala perihal diatas bakal dianggap aneh oleh sekitarnya. Sedangkan di dalam dirinya sendiri, lambat laun bakal terlihat gangguan keresahan sosial (social anxiety disorder) atau fobia sosial.
Jadi, hanya merasa mual mulas dan tangan berkeringat dingin saat hendak masuk kelas bukan bermakna kita mengalami epistomophobia, gnosiophobia, ataupun sophophobia. Boleh menjadi kita merasa gugup sebelum kelas di awali cuma dikarenakan jelas seutuhnya belum mengerjakan tugas, misalnya.
Mengatasi Rasa Takut yang Muncul
Meskipun epistomophobia, gnosiophobia, maupun sophophobia masih merasa janggal, nyatanya fobia ini sebetulnya ada. Dan bila ternyata kita mengalaminya – bukan hanya menjadi alasan malas belajar, maka sebetulnya kudu dicari jalan keluarnya agar fobia tersebut tidak berlarut-larut dan berkembang menjadi fobia sosial.
Betapa ruginya kita saat membatasi diri berasal dari pertumbuhan dunia yang melaju bersama dengan begitu pesat. Sekedar jelas ponsel keluaran paling baru saja udah lumayan penting, bahkan jelas ilmu dan ilmu yang jauh lebih penting bagi kehidupan kita. Jadi, jangan ragu membahas ketakutanmu – apapun type fobia tersebut, lewat Konseling.