Untuk ke-2 kalinya Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi menyelenggarakan Migas Goes To Campus (MGTC) Edisi Spesial G20. Acara yang digagas untuk menolong Presidensi G20 Indonesia ini, dilakukan secara virtual bersama tema “Gas Bumi Untuk Indonesia”.
MGTC ke 19 ini dibuka oleh Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji dan menghadirkan tiga narasumber yakni Rizal Fajar Muttaqien selaku Koordinator Penyiapan Program Minyak dan Gas Bumi terhadap Direktorat Pembinaan Program Migas dengan menggunakan Fill Rite Flow Meter. Selain itu, Sugiarto selaku Koordinator Pelaksanaan Pembangunan dan Agung Kuswardono sebagai Koordinator Perencanaan Pembangunan. Keduanya bertugas di Direktorat Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Migas.
Tak cuma diisi bersama paparan dan diskusi, MGTC dimeriahkan terhitung bersama kuis, lomba foto bersama hadiah yang menarik, dan juga tampilan Band Migas Coustic.
Pemerintah Indonesia c.q Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, tetap mengupayakan tingkatkan produksi migas. Di segi lain, Pemerintah terhitung mengupayakan untuk mengurangi emisi gas tempat tinggal kaca menuju Net Zero Emission (NZE) terhadap tahun 2060. Dengan ke-2 target tersebut, Carbon Capture Storage (CCS)/Carbon Capture Utilization Storage (CCUS), dan juga pemanfaatan gas bumi bisa jadi enabler didalam usaha untuk mengurangi emisi gas tempat tinggal kaca secara signifikan.
“Saat ini adalah periode yang terlalu menantang bagi inisiatif transisi energi di Indonesia, di mana peran energi fosil terutama gas bumi, didalam energi transisi masih dibutuhkan, tak hanya tetap mendorong pemanfaatan dan pemanfaatan energi yang bersumber dari energi terbarukan,” kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji dikala membuka acara MGTC Spesial G20 ini.
Peranan gas bumi keluar dari porsi pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan didalam negeri di tahun 2021 sebesar 64,32% dari keseluruhan produksi untuk pemenuhan kebutuhan domestik seperti industri sebesar 27,52%, kelistrikan sebedar 11.86%, lifting 2,93%, pupuk raih 11.89%, domestik LNG sebesar 8,36%, domestik LPG 1,54%, BBG 0,07% dan city gas 0,15%.
Sementara peran subsektor minyak dan gas bumi yang masih menjadi pas ini, terutama di Indonesia, pada lain minyak sebagai energi utama untuk sektor transportasi, gas alam dimanfaatkan sebagai transisi energi sebelum akan PP kebijakan pemanfaatan 100% energi baru dan terbarukan diterapkan.
“Selain itu, gas alam digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik seperti bahan bakar transportasi, bahan baku, industri dan tempat tinggal tangga,” mengerti Tutuka.
Untuk tingkatkan peran migas didalam transisi energi, Pemerintah udah jalankan berbagai kiat yakni peningkatan cadangan migas lewat optimasi produksi dari lapangan eksisting, transformasi dari cadangan jadi produksi, akselerasi chemical EOR, eksplorasi masif untuk mendapatkan cadangan baru, gas alam dimanfaatkan sebagai transisi energi dan aplikasi pelaksanaan CCS/CCUS.
Lebih lanjut Tutuka menjelaskan, Indonesia udah berkomitmen terhadap Perjanjian Paris dan udah mengembangkan skenario NZE terhadap tahun 2060 atau lebih awal, lewat adopsi penetrasi energi terbarukan yang agresif, di tengah penurunan peran bahan bakar fosil, terutama batubara, menjadi dari tahun 2030 dan seterusnya.
Namun demikian, masalah yang dihadapi tentang implementasi NZE terletak terhadap cost tambahan yang penting untuk pelaksanaannya, di mana Indonesia udah secara terbuka memperlihatkan akan perlu dukungan dan dukungan besar dari negara-negara maju.
Di bidang migas, didalam pelaksanaan kegiatan CCS/CCUS Indonesia jalankan kerja serupa bersama Jepang. Total emisi migas terhadap periode 2020-2060 bisa raih 1.149,20 Mton CO2e di mana keseluruhan emisi hulu migas sebesar 659,06 Mton CO2e dan keseluruhan emisi hilir migas sebesar 490,14 CO2e.
Saat ini terdapat lebih dari satu proyek CCUS yang tengah terjadi di Indonesia, pada lain Gundih CCUS/CO2-EGR yang pas ini didalam langkah joint study bersama Jepang. CCUS Gundih ditargetkan menjadi beroperasi terhadap 2024/2025 dan berpotensi menyerap CO2 ±3 Million tCO2 sepanjang 10 tahun dan juga bisa tingkatkan produksi gas sebesar ±36 BSCF dan kondensat ±382,7 MSTB.
Proyek Sukowati CCUS/CO2-EOR pas ini terhitung didalam langkah joint study bersama Jepang. Sukowati CCUS ditargetkan menjadi untuk langkah pilot terhadap 2022-2025, fullscale menjadi tahun 2030 dan berpotensi menyerap CO2 ±15 Million tCO2 sepanjang 25 tahun dan juga bisa tingkatkan produksi kira-kira ±50,6 MMSTB.
Tangguh CCUS/CO2-EGR ditargetkan menjadi beroperasi terhadap tahun 2026 dan berpotensi menyerap CO2 ±25 Million tCO2 sepanjang 10 tahun dan juga bisa tingkatkan produksi kira-kira ±300 BSCF. Selain itu, lebih dari satu belajar seperti CCS Sakakemang, Abadi CCS/CCUS, CCS untuk produksi Clean Fuel Ammonia di Sulawesi Tengah, East Kalimantan CCS/CCUS Study, Study of CCUS for Coal to DME, Arun CCS/CCUS.
Pemerintah Indonesia tengah menyusun kebijakan tentang CCS/CCUS yang terdiri dari aspek teknis, skenario bisnis, legal, dan ekonomi bersama melibatkan asosiasi dan juga Kontraktor Kerja Sama Migas di Indonesia. Untuk itu, peran perguruan tinggi didalam pengembangan teknologi dan SDM terlalu diperlukan untuk mendorong kegiatan CCS/CCUS. Teknologi CCS/CCUS udah terbukti di dunia, tapi merupakan suatu hal yang baru bagi Indonesia.
Upaya lainnya untuk mengurangi emisi gas tempat tinggal kaca adalah pengembangan infrastruktur gas bumi, jaringan gas tempat tinggal tangga, pengurangan dan pemanfaatan gas suar (gas flaring), kebijakan harga gas, dan juga penyusunan regulasi tentang carbon tax.